Sebuah opini tentang kondisi pendidikan
Oleh : Dini
Apriani
“Kurang cerdas
dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan
pengalaman, namun tidak jujur itu sulit diperbaiki”
(Bung Hatta)
Poin utama dari
pernyataan Bung Hatta mengarah pada betapa pentingnya pembentukan karakter.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki peran tersebut, walaupun
peran utama pembentukan karakter tetap berada di orangtua. Namun yang menjadi
kendala adalah ketika tenaga pendidik belum optimal menjalankan perannya .
Pengubahan
sistem ujian akhir sekolah tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dibuat sedemikian
rupa untuk mengatasi ketidakjujuran yang memang sudah menjadi “penyakit” . Mulai dari perubahan Ujian Nasional (UN)
berbasis kertas diganti dengan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Tahun
sebelumnya Ujian kelulusan terdiri dari Ujian sekolah dan Ujian Nasional. Tahun
ini Ujian Sekolah dibagi menjadi dua yaitu, Ujian Sekolah (US) dan Ujian
Sekolah berstandar Nasional (USBN).
Ujian Nasional pun mengalami perubahan. Pada awalnya UN terdiri
dari enam pelajaran yaitu tiga mata pelajaran wajib (Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika) dan tiga mata
pelajaran jurusan. Tahun ini UN terdiri dari tiga mata pelajaran wajib dan satu mata pelajaran
jurusan. Siswa berhak memilih salah satu dari tiga mata pelajaran jurusan yang
disesuaikan dengan kemampuan dan minat.
Banyak informasi
yang tidak jelas berkaitan dengan perubahan system ujian ini. Misalnya
pemilihan mata pelajaran jurusan yang harus disesuaikan dengan jurusan pilihan
perguruan tinggi. Namun pedoman pemilihan jurusan atau pengklasifikasian antara
mata pelajaran dan jurusan yang dipilih pun tidak ada. Hal ini cukup membuat siswa
mengalami kebingungan dalam menentukan jurusan yang dipilih melalui jalur Seleski
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selain itu guru juga menjadi sulit untuk mengarahkan siswa
tanpa pedoman yang jelas.
Selain itu
fenomena USBN banyak mengalami kebocoran. Hal itu bisa dilihat dari beredarnya
kunci jawaban, pembahasan soal di bimbingan belajar, sekolah yang memberikan
soal kepada siswa dan berbagai macam tindakan lain yang mengarah pada
ketidakjujuran. Alih-alih ingin
menstandarkan kompetensi dengan soal yang dibuat oleh provinsi, ternyata
membuka peluang ketidakjujuran yang semakin besar. Belum lagi soal-soal ujian
yang banyak rancu, tidak jelas, dan tidak ada kunci jawaban. Hal ini menunjukkan ketidaksiapan pihak
provinsi dalam menjalankan sistem yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Maka pelaksanaan
teknis di lapangan perlu dievaluasi,
karena kondisi tersebut dapat menyebabkan tujuan pemetaan dan standarisasi
kemampuan tidak tercapai.
Hal-hal seperti
ini harus menjadi perhatian pemerintah. Untuk ujian akhir sekolah tingkat SMA,
sosialisasi perubahan system sangat
mendadak. Di satu sisi mencoba memahami upaya pemerintah untuk meningkatkan
kualitas kelulusan . Namun disisi lain, ketidaksiapan tingkat bawah menjalankan
sistem akhirnya membuat tujuan yang ingin dicapai pemerintah pusat menjadi
bias. Sistem harus mulai dijalankan
tanpa ada pedoman atau petunjuk yang jelas.
Tidak bisa
memang menyalahkan pemerintah sepenuhnya. Mereka telah membuat konsep
sedemikian rupa untuk mengatasi carut marut ujian akhir sekolah ataupun ujian
nasional. Di sisi lain masih ada saja pihak-pihak yang mencari celah untuk
sekedar mengajar nama baik sekolah dengan menghalalkan segala acara. Fenomena
ini memang menjadi lingkaran setan dan benang kusut dalam dunia pendidikan.
Mengurai benang
kusut ini harus dimulai dari kunci dari
sebuah pendidikan, yaitu pendidik dan tenaga kependidikan. Sebagus apapun
system yang dibuat jika SDM dalam dunia pendidikan tidak direvolusi, maka
permasalahan ini akan terus ada dan semakin kusut. Proses seleksi mahasiswa
yang masuk ke perguruan tinggi bidang kependidikan harus lebih selektif.
Saat ini yang
terjadi adalah pemilihan bidang kuliah pendidikan merupakan pelarian dari tidak
diterima nya di perguruan tinggi favorit atau pilihan terakhir “daripada tidak
kuliah”. Perguruan tinggi bidang pendidikan masih menjadi pilihan kesekian dan
dipandang sebelah mata oleh para lulusan pendidikan menengah atas.
Berdasarkan buku
finish lesson ( tahun, penulis) tentang pendidikan di Finlandia, dijabarkan
bahwa profesi guru begitu terhormat
dengan gaji yang luar biasa. Peran dan dukungan pemerintah juga begitu besar
dalam fasilitas dan financial. Siapapun pemerintah yang menjabat, sistem
pendidikan tetap berjalan sesuai dengan apa yang telah dirumuskan. Seharusnya
memang ada tim perumus khusus tentang system pendidikan yang bersifat independen
dan melakukan evaluasi secara berkala. Sehingga ketika ada pergantian menteri,
pergantian presiden tidak lantas serta merta kurikulum pun juga ikut berubah.
Keunggulan lain
pendidikan di Finlandia dimulai dari proses seleksi calon mahasiswa keguruan
yang begitu ketat. Mereka menyadari
bahwa pendidik menjadi penentu keberhasilan sebuah pendidikan. Sinergisitas
antara pendidik dengan pemerintah akan semakin memantapkan konsep sistem pendidikan
yang telah disusun. Pendidik yang
berintergritas akan menghasilkan kualitas peserta didik yang sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan dalam undang-undang. Maka benang kusut pendidikan perlahan
akan mampu diurai.
Peserta didik
saat ini adalah pemimpin dan penentu nasib bangsa di masa yang akan datang. Peningkatan
kualitas tenaga pendidik dan kependidikan, baik dalam karakter maupun skill
kependidikan harus menjadi perhatian
utama. Karena, mendidik generasi adalah membangun peradaban.